Sebuah sosok kontras namun sarat makna tergambar di Kampung Kiwirok, Distrik Kiwirok, Pegunungan Bintang, Sabtu (27/12/2025. Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) III, Letjen TNI Bambang Trisnohadi, S.I.P didampingi Panglima Komando Operasi Swasembada (Pangkoops) Mayjend TNI Novi Rubadi Sugito, S.I.P, M.Si, hadir di tengah masyarakat dengan senjata lengkap. Di sekelilingnya, personel Satuan Tugas Yonif 753/AVT bersiaga penuh. Namun tujuan kehadiran ini bukan semata hanya pengamanan, melainkan merawat perdamaian.
Kunjungan tersebut bertepatan dengan pelaksanaan tradisi Bakar Batu bersama masyarakat Kiwirok dalam rangka menyambut Natal 2025. Dari 12 Kampung dan Sekitar 400 warga Kiwirok, tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh masyarakat berkumpul dalam satu lingkaran kebersamaan. Di tanah yang kerap diberitakan karena konflik, hari itu justru hadir suasana doa, harapan, dan rasa syukur yang menyatu dalam tradisi lokal.
Acara ini mencatat satu pesan penting: keamanan dan kemanusiaan tidak harus saling meniadakan. Kehadiran seorang jenderal bintang tiga dengan perlengkapan tempur di tengah ritual adat menunjukkan realitas Papua yang kompleks. Namun di balik kesiapsiagaan militer, ada ikhtiar untuk membangun kepercayaan dan kedekatan dengan rakyat.
Dalam sambutannya, Pangkogabwilhan III menegaskan bahwa TNI tidak hanya bertugas menjaga stabilitas keamanan, tetapi juga merawat rasa kebersamaan, menumbuhkan harapan, serta menguatkan persatuan. Pesan ini relevan di Papua, wilayah yang membutuhkan lebih dari sekadar pendekatan keamanan, tetapi juga sentuhan dialog, budaya, dan empati.
Penyerahan bantuan sembako, bingkisan anak, dan boneka kepada warga, terutama anak-anak menjadi simbol sederhana namun sangat bermakna. Senyum polos anak-anak Kiwirok hari itu menjadi pengingat bahwa masa depan Papua ditentukan oleh seberapa tulus negara hadir melindungi sekaligus memelihara harapan generasi mudanya.
Seperti panas bara dalam tradisi Bakar Batu yang menyala perlahan namun menghangatkan, momen di Kiwirok ini mengajarkan bahwa perdamaian tidak selalu lahir dari gagasan besar, melainkan dari kehadiran nyata, penghormatan pada budaya, dan kesediaan mendengar.
Menyongsong Natal 2025, Papua kembali diingatkan bahwa jalan damai hanya bisa ditempuh jika keamanan dan kemanusiaan berjalan secara beriringan.

















































