Distrik Beoga, Papua Tengah – Suasana penuh kehangatan dan kebersamaan tercipta di Kampung Dangbet, Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, pada Kamis (18/9/2025). Di tengah udara sejuk pegunungan Papua, warga setempat menggelar tradisi adat bakar batu sebagai wujud syukur atas melimpahnya hasil bumi. Uniknya, perayaan kali ini terasa semakin istimewa karena dihadiri langsung oleh personel Satgas Pamtas RI-PNG Yonif 732/Banau Pos Dangbet yang turun tangan membantu sejak persiapan hingga menikmati hidangan bersama masyarakat.
Tradisi bakar batu, yang menjadi simbol persatuan dan penghormatan dalam adat Papua, kali ini benar-benar menjadi ruang pertemuan budaya dan persaudaraan. Prajurit berbaju loreng, dipimpin Letda Inf Hadi Sulistyo, tampak berbaur tanpa sekat. Mereka ikut mengumpulkan kayu, menata batu, hingga menyiapkan umbi-umbian dan daging untuk dimasak dengan cara tradisional: ditutup rapat di antara batu panas yang menyimpan bara.
TNI Bukan Hanya Penjaga Batas, Tapi Juga Penjaga Hati
Bagi prajurit Satgas, kegiatan ini bukan sekadar menghadiri undangan, melainkan kesempatan berharga untuk merasakan denyut kehidupan masyarakat yang mereka jaga setiap hari. Komandan Pos Dangbet, Lettu Inf Henry Yanuar Emha, menegaskan bahwa kehadiran prajurit adalah bagian dari tugas kemanusiaan.
“Tugas kami bukan hanya menjaga perbatasan, tapi juga menjaga hati dan hubungan baik dengan saudara-saudara kami di Kampung Dangbet. Bakar batu adalah momen penuh makna untuk kebersamaan. Kehadiran kami diundang dalam acara ini menunjukkan bahwa masyarakat menerima kami sebagai bagian dari keluarga mereka, ” ujarnya dengan penuh haru.
Pesan ini menggarisbawahi dimensi lain dari penugasan TNI: bukan hanya mengemban senjata, tetapi juga merajut kedekatan dengan masyarakat melalui nilai-nilai budaya dan adat setempat.
Masyarakat: TNI Adalah Saudara
Bagi warga Kampung Dangbet, kehadiran Satgas di tengah pesta syukur panen memberikan warna baru. Salah satu tokoh adat menyampaikan rasa terima kasih mendalam atas kesediaan para prajurit untuk hadir, bukan sebagai tamu, melainkan sebagai saudara.
“Kami sangat senang dan berterima kasih kepada bapak-bapak TNI dari Pos Dangbet yang sudah mau hadir dan membantu dalam pesta adat bakar batu kami. Dengan mereka datang, duduk, dan makan dari batu yang sama, itu artinya mereka adalah saudara kami. Ini bukan hal biasa, ini sangat berarti bagi kami, ” tuturnya dengan penuh semangat.
Ia menambahkan, kehadiran Satgas membuat acara syukuran panen terasa lebih meriah sekaligus memperkuat rasa kebersamaan. “Kami berharap kegiatan seperti ini bisa sering dilakukan agar tali persaudaraan semakin kuat, ” tambahnya.
Bakar Batu, Simbol Persaudaraan yang Hidup
Bakar batu bukan hanya sekadar pesta makan bersama. Dalam tradisi Papua, momen ini menjadi simbol solidaritas, penyatuan, dan penghargaan terhadap kehidupan. Ketika TNI dan masyarakat duduk bersama menikmati hasil bumi dari batu yang sama, pesan persaudaraan itu hidup nyata: tidak ada sekat antara aparat dan rakyat.
Lebih dari sekadar sebuah acara adat, kegiatan ini mencerminkan jalinan kepercayaan yang terus dibangun di wilayah penugasan. Masyarakat merasa dihargai, sementara TNI mendapatkan penerimaan yang tulus.
Harapan yang Tumbuh
Tradisi bakar batu di Dangbet kali ini membuktikan bahwa kedamaian dan kebersamaan dapat tumbuh dari ruang sederhana, di mana rakyat dan aparat berbagi cerita, makanan, dan rasa syukur.
Bagi masyarakat, kehadiran Satgas adalah penguat keyakinan bahwa TNI tidak hanya hadir untuk menjaga batas negara, melainkan juga untuk menjaga persaudaraan. Bagi Satgas, kepercayaan yang diberikan masyarakat adalah energi baru untuk melaksanakan tugas dengan hati.
Di antara bara batu yang membara, ada kehangatan lain yang menyala: harapan akan persaudaraan yang lebih erat antara TNI dan rakyat Papua.
(PenSatgas Yonif 732/Banau)