Dari Perbatasan, Prajurit Marinir Ajarkan Makna Kemerdekaan Lewat Gotong Royong Membangun Gereja

4 weeks ago 11

PAPUA BARAT DAYA - Ketika sebagian orang merayakan kemerdekaan dengan pesta kembang api atau panggung hiburan, ada pemandangan lain yang jauh lebih menyentuh di sudut negeri, tepatnya di Kampung Ayata, Papua Barat Daya. Di wilayah perbatasan yang sunyi dari hiruk pikuk kota, sekelompok prajurit Marinir dari Satgas Pamtas RI-PNG Mobile Yonif 10 Marinir/SBY memilih cara berbeda: turun tangan membantu pembangunan mess tamu Gereja Santo Andreas.

Bagi sebagian orang, pembangunan sebuah mess mungkin terlihat sederhana. Namun di mata masyarakat Ayata, fasilitas itu berarti besar. Ia akan menjadi rumah singgah bagi jemaat dan tamu dari kampung sekitar yang datang untuk beribadah. Sebuah simbol keramahan, sebuah ruang kebersamaan, dan sekaligus bukti bahwa kehadiran negara tak hanya hadir dalam seragam dan senjata, melainkan juga dalam peluh dan tenaga yang dicurahkan bersama rakyat.

Personel Satgas bahu membahu bersama masyarakat, mengangkat semen, mengaduk pasir, hingga membersihkan lokasi. Tidak ada sekat antara prajurit dan warga. Tidak ada jarak antara penjaga perbatasan dan jemaat gereja. Yang ada hanyalah gotong royong nilai luhur yang diwariskan para pendiri bangsa, kini dihidupkan kembali di tanah Papua.

Danpos Ayata, Letda Marinir Margo Nugroho, dengan rendah hati mengatakan bahwa apa yang mereka lakukan hanyalah bentuk kepedulian. “Kami hadir bukan hanya menjaga perbatasan, tetapi juga menjadi bagian dari masyarakat, membantu apa yang dibutuhkan demi kemajuan bersama, ” ujarnya. Ucapan sederhana itu sejatinya menggambarkan hakikat TNI: tentara rakyat, tentara pejuang, tentara profesional.

Lebih dari sekadar kerja bakti, apa yang dilakukan Satgas ini adalah pesan moral tentang kemerdekaan. Bahwa merdeka bukan hanya bebas dari penjajahan, tetapi juga bebas dari rasa terasing, bebas dari ketidakpedulian. Merdeka berarti hadir untuk sesama, merangkul mereka yang membutuhkan, dan membangun kebersamaan yang nyata.

Di tengah berita-berita tentang konflik, perpecahan, dan kesenjangan, kisah dari Kampung Ayata ini seakan menjadi oase. Ia mengingatkan kita bahwa Indonesia berdiri di atas fondasi gotong royong. Tidak peduli apa agamanya, tidak peduli di mana tempatnya selama kita mau bekerja bersama, di situlah wajah sejati bangsa ini bersinar.

Dan kelak, ketika mess tamu Gereja Santo Andreas rampung berdiri, ia tidak hanya akan menjadi bangunan fisik semata, melainkan juga monumen kecil tentang persaudaraan di perbatasan. Monumen bahwa TNI dan rakyat adalah satu tubuh, satu jiwa, dan satu perjuangan.

Maka, jika ditanya apa arti kemerdekaan di tahun ke-80 ini, jawabannya bisa ditemukan di Ayata: kemerdekaan adalah gotong royong yang menghidupkan harapan.

(PenSatgas Yonif 10 Marinir/SBY)

Read Entire Article
Masyarakat | | | |