TNI Hadir untuk Melindungi, Bukan Menindas: Lawan Propaganda OPM dengan Fakta dan Hukum

5 hours ago 1

JAYAPURA - Ketika suara peluru masih membayangi kehidupan damai di Papua, Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali menebar ancaman. Mereka menolak pembangunan pos militer di sejumlah wilayah dan memberi ultimatum kepada masyarakat non-Papua untuk hengkang. Tapi di balik retorika perlawanan itu, tersimpan satu kebenaran yang tak bisa dibantah: kehadiran TNI adalah amanat konstitusi, bukan bentuk penindasan. Selasa 6 Mei 2025.

OPM boleh saja menyebut wilayah seperti Puncak Jaya sebagai "zona perang", tetapi Indonesia adalah negara hukum, dan hukumlah yang menjadi panglima. Pasal 30 UUD 1945, UU TNI Nomor 34 Tahun 2004, hingga Perpres Nomor 66 Tahun 2019, secara tegas mengatur peran TNI dalam menjaga keutuhan wilayah dan keselamatan seluruh warga negara.

“Pembangunan pos TNI bukan bentuk agresi, melainkan penguatan perlindungan terhadap masyarakat sipil, ” tegas seorang pejabat militer di Jayapura. Ia menambahkan, pembangunan pos dilakukan berdasarkan evaluasi strategis atas potensi ancaman nyata dari kelompok bersenjata yang telah berulang kali menyerang guru, tenaga medis, bahkan membakar sekolah dan puskesmas.

-Humanis, Bukan Militeristik

Kehadiran TNI di Papua bukan sekadar operasi keamanan. Dalam semangat Inpres No. 9 Tahun 2020, TNI menjalankan pendekatan humanis dan teritorial membantu pembangunan, mendukung pelayanan kesehatan dan pendidikan, serta membangun komunikasi sosial dengan masyarakat lokal. Dari membagikan buku ke sekolah hingga membantu petani menanam, peran TNI jauh dari kesan represif.

“Papua bukan daerah operasi militer. Papua adalah bagian dari Indonesia yang sedang dibangun. Dan TNI hadir untuk menjaga itu, ” ujar Letkol Inf (Purn) Andre Tamal, pengamat militer. Selasa (6/5/2025).

Ancaman OPM Langgar HAM dan Hukum Humaniter

Ancaman OPM kepada warga non-Papua serta serangan terhadap infrastruktur sipil merupakan pelanggaran serius terhadap hukum nasional dan internasional. Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 2018, aksi tersebut masuk dalam kategori terorisme.

Lebih jauh lagi, mereka melanggar Hukum Humaniter Internasional yang menjunjung tinggi prinsip *distinction* (membedakan warga sipil dan kombatan) serta proportionality. Serangan brutal tanpa pandang bulu adalah bentuk nyata pelanggaran HAM.

Papua Layak Aman: TNI Hadir sebagai Benteng Terakhir Rakyat

Negara tidak akan membiarkan satu jengkal tanahnya diwarnai oleh rasa takut. Kehadiran TNI adalah wujud nyata kehadiran negara: untuk menjaga, membangun, dan memeluk Papua dalam damai.

TNI tidak berjalan sendiri. Mereka berada di bawah pengawasan hukum, rakyat, dan konstitusi. Dan dalam setiap langkahnya, mereka membawa pesan bahwa Papua tidak sendiri.

Penutup: Jangan Biarkan Senjata Mengalahkan Harapan

Kebrutalan tidak boleh menjadi bahasa politik. Ancaman tidak bisa menggantikan dialog. Saat OPM memilih kekerasan, TNI memilih konstitusi. Dan ketika ketakutan ditanamkan, TNI hadir menumbuhkan rasa aman.

Papua butuh perlindungan, bukan propaganda. TNI adalah perisai, bukan penindas.

Karena di tanah yang kaya akan budaya dan alam ini, hanya satu hal yang harus tumbuh subur: harapan akan damai dan masa depan bersama.

Authentication: 

Dansatgas Media HABEMA, Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono

Read Entire Article
Masyarakat | | | |