PUNCAK JAYA - Ketegangan di wilayah Papua kembali mencuat menyusul pernyataan provokatif dari kelompok bersenjata yang menamakan diri Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM). Mereka menolak rencana pembangunan pos militer di wilayah Puncak Jaya dan delapan wilayah lainnya yang mereka klaim sebagai “zona perang”. Tak hanya itu, kelompok ini juga mengancam akan menyerang aparat TNI-Polri serta mengultimatum warga non-Papua untuk meninggalkan wilayah tersebut. Rabu 30 Juli 2025.
Pernyataan tersebut tidak hanya menyesatkan secara naratif, tetapi juga bertentangan dengan konstitusi dan prinsip dasar kemanusiaan. Padahal, kehadiran TNI di Papua sepenuhnya berdasarkan hukum, bukan bentuk penindasan.
TNI Hadir Berdasarkan Konstitusi
Langkah pembangunan pos militer di wilayah rawan seperti Puncak Jaya adalah langkah konstitusional dan legal. Hal ini diatur melalui:
* Pasal 30 UUD 1945, yang menegaskan peran TNI sebagai alat negara untuk menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI.
* UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI, yang menetapkan bahwa TNI dapat melakukan Operasi Militer Selain Perang (OMSP), termasuk mengatasi gerakan separatis bersenjata dan mengamankan wilayah perbatasan.
* Perpres No. 66 Tahun 2019, yang memperkuat struktur Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) untuk merespons ancaman strategis nasional.
Dengan dasar hukum tersebut, pembangunan pos militer bukanlah bentuk intimidasi, melainkan bagian dari upaya sah negara melindungi rakyat dan menegakkan kedaulatan.
Humanis dan Strategis: Wajah TNI di Papua
Kehadiran TNI di Papua tidak semata dalam bentuk operasi militer, melainkan juga melalui pendekatan humanis dan sosial kemasyarakatan. Berdasarkan Inpres No. 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan Papua, TNI turut berperan dalam:
* Mendukung keamanan daerah untuk memperlancar pembangunan;
* Membantu pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan;
* Menjalin komunikasi sosial yang inklusif dengan masyarakat lokal.
TNI bertugas bukan hanya menjaga keamanan, tapi juga menjadi bagian dari solusi sosial dan kemanusiaan di Papua.
TPNPB-OPM: Menebar Teror, Melanggar Hukum Internasional
Ancaman TPNPB-OPM terhadap warga sipil, termasuk guru, tenaga kesehatan, pekerja pembangunan, dan fasilitas umum, merupakan tindakan yang masuk dalam kategori terorisme. Hal ini sesuai UU No. 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yang menyebutkan bahwa tindakan kekerasan terhadap masyarakat sipil untuk menebar ketakutan tergolong tindak pidana terorisme.
Lebih dari itu, aksi TPNPB juga melanggar Hukum Humaniter Internasional, khususnya prinsip:
* Distinction (pembeda antara kombatan dan sipil),
* Proportionality (pembatasan dampak terhadap warga sipil),
* Precaution (keharusan melakukan langkah pencegahan agar korban sipil tidak jatuh).
Kesimpulan: Negara Hadir, Bukan Menindas
Kehadiran TNI di Papua adalah manifestasi kehadiran negara dalam menjamin rasa aman seluruh warganya, termasuk masyarakat asli Papua. Setiap langkah yang diambil tunduk pada prinsip legalitas, akuntabilitas, dan profesionalitas, sebagaimana tertuang dalam seluruh regulasi yang mengatur institusi militer Indonesia.
Negara tidak boleh kalah oleh propaganda dan kekerasan. Dalam negara hukum, tidak ada ruang bagi separatisme dan terorisme. TNI akan tetap tegak lurus menjalankan tugasnya untuk menjaga keutuhan NKRI dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan semangat kebangsaan.
Authentication:
Dansatgas Media HABEMA, Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono