PAPUA - Belakangan ini, kelompok bersenjata yang menamakan diri Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) kembali melontarkan pernyataan provokatif, menentang rencana pembangunan pos militer TNI di wilayah Puncak Jaya dan sejumlah wilayah lain yang mereka klaim sebagai "zona perang." Ancaman serangan terhadap aparat TNI-Polri dan ultimatum bagi masyarakat non-Papua untuk meninggalkan wilayah tersebut semakin memperburuk situasi. Selasa 3 Juni 2025.
Namun, perlu ditegaskan bahwa kehadiran TNI di Papua, termasuk pembangunan pos militer di daerah-daerah seperti Puncak Jaya, merupakan langkah yang sah dan berlandaskan hukum yang berlaku di Indonesia. Berikut adalah dasar hukum yang mendasari kehadiran TNI di Papua:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya Pasal 30, yang menegaskan bahwa TNI merupakan alat negara untuk menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan bangsa.
2. Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, yang memberikan kewenangan kepada TNI untuk melakukan Operasi Militer Selain Perang (OMSP), termasuk pengamanan wilayah perbatasan dan penanggulangan gerakan separatis bersenjata.
3. Peraturan Presiden RI Nomor 66 Tahun 2019 tentang Susunan Organisasi Tentara Nasional Indonesia, yang memperkuat keberadaan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) dalam mengatasi ancaman strategis dan konflik bersenjata di wilayah-wilayah rawan.
Pembangunan pos militer di wilayah seperti Puncak Jaya bukanlah bentuk provokasi, melainkan bagian dari upaya pengamanan wilayah negara yang sah dan konstitusional. Tujuan utama dari langkah ini adalah untuk:
* Menjamin keselamatan masyarakat sipil,
* Menyediakan perlindungan bagi pembangunan nasional,
* Mencegah penyebaran kekerasan dari kelompok separatis bersenjata.
Pendekatan Humanis dan Strategis TNI
TNI tidak hanya berfokus pada aspek militer, tetapi juga mengutamakan pendekatan teritorial yang humanis, sesuai dengan Inpres RI No. 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan Papua. Kehadiran TNI di Papua juga berperan dalam mendukung pemerintahan daerah dalam penyediaan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, serta membangun komunikasi sosial yang inklusif dengan seluruh lapisan masyarakat di Papua.
Ancaman TPNPB-OPM dan Pelanggaran Hukum Humaniter
Ancaman dan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh TPNPB terhadap masyarakat sipil, seperti serangan terhadap guru, tenaga medis, dan pekerja infrastruktur, jelas merupakan pelanggaran hukum internasional, khususnya dalam kerangka Hukum Humaniter Internasional. Tindakan tersebut berpotensi dikategorikan sebagai terorisme berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yang mengatur tentang penggunaan kekerasan yang menimbulkan teror terhadap masyarakat sipil.
Lebih lanjut, serangan-serangan tersebut melanggar prinsip-prinsip dasar Hukum Humaniter Internasional, seperti *Distinction* (pembedaan antara kombatan dan warga sipil), *Proportionality* (kerugian yang proporsional terhadap warga sipil), dan *Precaution* (serangan yang tidak membabi buta).
Kesimpulan: Kehadiran TNI di Papua adalah Kehadiran NKRI, Bukan untuk Menindas
Kehadiran TNI di Papua merupakan bagian dari tanggung jawab negara untuk melindungi hak dasar seluruh warga negara Indonesia, termasuk masyarakat Papua, dalam memperoleh rasa aman, pembangunan yang adil, dan perlindungan dari kekerasan. Setiap langkah yang diambil oleh TNI berdasarkan pada prinsip-prinsip Legalitas, Akuntabilitas, dan Profesionalitas yang tercantum dalam undang-undang dan peraturan yang berlaku.
Upaya TPNPB-OPM untuk menciptakan ketakutan melalui kekerasan bersenjata dan propaganda separatisme harus ditanggapi dengan tegas. Tidak ada tempat bagi kekerasan di negara hukum. TNI berkomitmen untuk menjalankan tugasnya secara profesional dan penuh tanggung jawab, dengan mematuhi ketentuan Hak Asasi Manusia (HAM) dan menjaga integritas wilayah NKRI.
Authentication:
Dansatgas Media HABEMA, Lieutenant Colonel Inf Iwan Dwi Prihartono