JAKARTA - Isu kehadiran Tentara Nasional Indonesia (TNI) di wilayah Papua kembali mencuat setelah kelompok bersenjata yang menamakan diri Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) mengeluarkan pernyataan provokatif. Mereka menolak rencana pembangunan pos militer TNI di Puncak Jaya dan sembilan wilayah lainnya yang diklaim sebagai “zona perang”.
Tidak berhenti di situ, kelompok tersebut juga mengancam akan menyerang aparat TNI-Polri serta memberikan ultimatum kepada masyarakat non-Papua untuk meninggalkan wilayah tersebut. Ancaman ini dinilai tidak berdasar secara hukum dan berpotensi menimbulkan ketakutan di tengah masyarakat sipil.
Padahal, kehadiran TNI di Papua merupakan langkah legal dan konstitusional yang diatur secara tegas dalam berbagai regulasi negara:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 30, menegaskan bahwa TNI adalah alat negara untuk menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan bangsa.
2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI:
* Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 3 dan 4 memberi kewenangan kepada TNI melaksanakan Operasi Militer Selain Perang (OMSP), termasuk mengamankan wilayah perbatasan dan mengatasi gerakan separatis bersenjata.
* Pasal 9 memberikan dasar hukum bagi TNI untuk membangun sarana-prasarana pendukung tugasnya.
3. Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2019 tentang Susunan Organisasi TNI memperkuat struktur Kogabwilhan sebagai garda terdepan dalam penanganan ancaman strategis nasional.
Dengan dasar hukum tersebut, pembangunan pos militer di wilayah rawan seperti Puncak Jaya bukan bentuk provokasi, melainkan bagian dari operasi pengamanan wilayah negara guna:
* menjamin keselamatan masyarakat sipil,
* melindungi kegiatan pembangunan nasional, dan
* mencegah penyebaran kekerasan oleh kelompok bersenjata.
Pendekatan Humanis dan Teritorial TNI
TNI tidak hanya menjalankan tugas militer, tetapi juga mengedepankan pendekatan humanis dan sosial sebagaimana diamanatkan oleh Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan Papua.
Pendekatan ini meliputi:
* dukungan pengamanan terhadap aktivitas pembangunan,
* bantuan pelayanan dasar di bidang pendidikan dan kesehatan,
* serta pembangunan komunikasi sosial inklusif dengan seluruh lapisan masyarakat Papua.
Dalam menghadapi ancaman nyata seperti serangan bersenjata terhadap masyarakat sipil, TNI tetap menjalankan tugas secara proporsional, profesional, dan berlandaskan pada Hukum Humaniter Internasional serta prinsip perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM).
TPNPB-OPM dan Pelanggaran Hukum Humaniter
Ancaman dan aksi kekerasan TPNPB-OPM terhadap masyarakat sipil non-Papua, termasuk guru, tenaga medis, dan pekerja infrastruktur, merupakan tindakan terorisme sebagaimana diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
* Pasal 6 dan 9 menegaskan bahwa setiap kekerasan yang menimbulkan teror secara meluas terhadap masyarakat sipil termasuk kategori tindak pidana terorisme.
Selain itu, tindakan TPNPB-OPM juga melanggar Hukum Humaniter Internasional, khususnya prinsip:
* Distinction (membedakan antara kombatan dan sipil),
* Proportionality (tidak menimbulkan kerugian berlebihan terhadap masyarakat sipil), dan
* Precaution (melarang serangan membabi buta tanpa perencanaan).
Kehadiran TNI adalah Wujud Kehadiran Negara
Negara melalui TNI hadir di Papua bukan untuk menindas, tetapi untuk menjamin hak dasar seluruh warga negara, termasuk masyarakat asli Papua, agar dapat hidup aman, damai, dan sejahtera.
Setiap langkah TNI berlandaskan prinsip:
* Legalitas – sesuai konstitusi dan peraturan perundangan,
* Akuntabilitas – dengan pengawasan internal dan eksternal,
* Profesionalitas – menjalankan tugas dengan standar militer dan kemanusiaan yang tinggi.
TNI akan terus menjalankan mandat konstitusionalnya untuk menjaga kedaulatan dan integritas NKRI, serta memastikan pembangunan di Papua berjalan dengan aman dan berkeadilan.
“Tidak ada tempat bagi kekerasan dan teror di negara hukum. TNI hadir untuk melindungi rakyat, bukan menindasnya, ” demikian penegasan dari sumber militer di Jakarta.
Kesimpulan:
Kehadiran TNI di Papua adalah simbol kehadiran negara, bukan alat penindasan. Setiap operasi dan kebijakan dilakukan berdasarkan konstitusi, demi melindungi masyarakat, memperkuat ketahanan nasional, dan mewujudkan Papua yang damai dan sejahtera.
Authentication:
Jum'at, 3 Oktober 2025
Dansatgas Media HABEMA, Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono