Indonesia Emas atau Indonesia Cemas? Kemiskinan yang Menghantui Pendidikan Anak Negeri

2 weeks ago 11

Oleh: I Made Richy Ardhana Yasa (Ray) – Jurnalis

DENPASAR - Indonesia tengah mengusung visi Indonesia Emas 2045, sebuah impian besar yang menargetkan negara ini menjadi kekuatan ekonomi dan sosial yang maju. 

Namun, di balik optimisme itu, realitas di lapangan justru menunjukkan ketimpangan yang semakin melebar, terutama dalam sektor pendidikan.

Kemiskinan masih menjadi tembok besar bagi anak-anak negeri ini untuk mendapatkan pendidikan yang layak. 

Di berbagai pelosok Indonesia, kita masih mendengar kisah anak-anak yang harus berjalan belasan kilometer ke sekolah, menyeberangi sungai tanpa jembatan, atau bahkan terpaksa putus sekolah karena orang tua mereka tak mampu membiayai seragam, buku, atau biaya transportasi.

Ketimpangan ekonomi yang terjadi bukan hanya persoalan individu, tetapi juga refleksi dari kegagalan sistemik. Negara seharusnya hadir sebagai solusi, bukan sekadar memberikan janji-janji manis dalam pidato kenegaraan. 

Sayangnya, realitas di lapangan justru menunjukkan bahwa bantuan pendidikan sering kali tidak tepat sasaran, sekolah-sekolah di daerah tertinggal masih kekurangan tenaga pengajar, dan kebijakan pendidikan lebih sering berpihak pada kepentingan elite daripada masyarakat kecil.

Ketimpangan yang Meninggalkan Luka

Di kota-kota besar, anak-anak dari keluarga mampu menikmati pendidikan dengan fasilitas lengkap, kurikulum berbasis teknologi, dan guru-guru berkualitas. 

Sementara itu, di pelosok negeri, masih ada sekolah dengan atap bocor, bangku reyot, dan jumlah guru yang jauh dari cukup. Di sinilah ketimpangan menjadi wajah nyata dari gagalnya distribusi keadilan sosial.

Tidak sedikit anak yang akhirnya harus membantu orang tua mereka bekerja demi sesuap nasi, meninggalkan mimpi mereka untuk menempuh pendidikan lebih tinggi. Padahal, pendidikan adalah hak dasar setiap anak, bukan sekadar privilese bagi mereka yang mampu membayar lebih.

Tanggung Jawab Siapa?

Pemerintah sering kali menyoroti angka-angka statistik tentang peningkatan akses pendidikan, tetapi lupa bahwa akses tanpa kualitas yang merata hanyalah ilusi. Jika Indonesia ingin benar-benar menuju Indonesia Emas, maka pemerataan pendidikan bukan lagi sekadar wacana, melainkan keharusan.

Namun, tanggung jawab ini bukan hanya ada di pundak pemerintah. Lingkungan sosial, komunitas, dan dunia usaha juga harus berperan aktif dalam menciptakan sistem pendidikan yang inklusif dan merata. 

Sekolah-sekolah berbasis komunitas, program beasiswa untuk anak dari keluarga tidak mampu, serta keterlibatan sektor swasta dalam pendidikan dapat menjadi solusi untuk menutup jurang ketimpangan ini.

Dari Indonesia Emas ke Indonesia Cemas?

Jika ketimpangan ini terus dibiarkan, maka alih-alih menuju Indonesia Emas, kita justru akan menghadapi Indonesia Cemas—sebuah masa depan di mana ketidakadilan semakin mengakar, di mana mimpi anak-anak miskin terkubur oleh sistem yang tidak berpihak pada mereka.

Indonesia tidak akan maju jika masih ada anak-anak yang kehilangan haknya untuk belajar. Perubahan harus dimulai sekarang—bukan dengan slogan, tetapi dengan aksi nyata yang berpihak pada mereka yang paling membutuhkan.

“Edukasi adalah tiket menuju masa depan. Mereka yang menyiapkannya hari ini, akan memegang kendali masa depan.” (Ray)

Read Entire Article
Masyarakat | | | |