Guru Besar Unpad Sarankan Pembahasan RKUHAP Dibarengi Revisi UU Polri dan Kejaksaan

5 hours ago 2

loading...

Pakar Hukum Tata Negara yang juga Guru Besar Unpad Prof Susi Dwi Harijanti mengingatkan RKUHAP, RUU Polri, dan RUU Kejaksaan merupakan satu kesatuan produk hukum yang harus dibahas bersama. Foto: Dok SINDOnews

JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara yang juga Guru Besar Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof Susi Dwi Harijanti mengingatkan RKUHAP, RUU Polri, dan RUU Kejaksaan merupakan satu kesatuan produk hukum yang harus dibahas bersama.

Alasannya, ketiganya satu rangkaian dalam criminal justice system sehingga Rancangan Undang-Undang saling berkaitan dengan criminal justice system.

“Ketiga RUU pembahasannya harus dilakukan secara paralel. Nanti akan terlihat bagian mana yang perlu ada perbaikan dan saling terkait satu sama lain untuk penguatan, karena namanya sebuah sistem pasti ada kaitannya," ujar Susi saat menjadi narasumber dalam seminar bertajuk "Urgensi Amandemen V UUD NRI 1945" yang digelar secara daring, Senin (28/4/2025).

Susi menjelaskan sebagai undang-undang yang mengatur criminal justice system, utamanya KUHAP harus diatur secara detail dan mampu mengakomodir semua pihak. Hal itu karena KUHAP adalah undang-undang atau hukum formil untuk menegakkan hukum materil.

"Maka itu akan berkaitan dengan warga negara, berkaitan dengan individu yang berkaitan dengan hak. Jadi disitulah mengapa hukum acara itu harus diatur dengan sangat baik, dengan sangat detail,” katanya.

Susi juga turut menjelaskan bagaimana proses pembuatan UU yang baik agar tidak menimbulkan polemik di masyarakat.

Syarat utamanya yakni proses pembuatan Undang-Undang harus dilakukan sematang mungkin. Salah satunya mengakomodir seluruh pihak yang akan diatur dalam Undang-Undang tersebut yang menjadi prosedur yang merupakan jantungnya hukum.

“Makanya kenapa dalam peraturan pembuatan UU itu dijelaskan dengan jelas supaya jangan sampai pembentuk UU hanya memperlihatkan legitimasi saja dan validity," tuturnya.

Dia menyarankan pembuktian UU yang berkualitas. Sebab, organisasi kekuasaan pada prinsipnya memiliki daya paksa luar biasa terhadap pihak yang diatur dalam Undang-Undang.

"Jadi tidak boleh hanya dengan semata-mata berlandaskan pada legitimasi. Karena itu, mengapa prosedur pembentukan sebuah UU itu harus diperlambat? Karena untuk memberikan kesempatan kepada rakyat sampai sejauhmana UU yang dihasilkan memiliki tingkat daya paksanya," ujar Susi.

Dia meminta publik ikut mengawasi setiap kebijakan yang akan diambil pemerintah, termasuk dalam hal pembahasan Revisi Undang-Undang.

"Menjadi sangat penting bagi publik sekarang aktif ikut mengawasi, keep on mind pada berbagai rancangan yang sekarang akan didiskusikan atau dibahas oleh pembentuk Undang-Undang," katanya.

(jon)

Read Entire Article
Masyarakat | | | |