Menurunkan Prevalensi Stunting

22 hours ago 4

loading...

Muhammad Irvan Mahmud Asia, Sekjen DPP Serikat Rakyat Indonesia (SERINDO). Foto/Dok.Pribadi

Muhammad Irvan Mahmud Asia

Sekjen DPP Serikat Rakyat Indonesia (SERINDO)

STUNTING merupakan masalah kesehatan masyarakat yang mendesak dan telah menjadi fokus utama agenda kesehatan nasional. Hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, prevalensi stunting Indonesia mencapai 21,5%. Meski tren dalam 5 tahun terakhir menunjukan penurunan, rata-rata 1,85% per tahun.

Persentase tersebut masih cukup tinggi dibandingkan standar World Health Organization (WHO) di bawah 20%. Dengan demikian, Indonesia terkategorikan negara dengan prevalensi stunting kronis.

Berkaca pada pencapaian 5 tahun terakhir-hanya turun 9,3%, sehingga target pemerintah menurunkan prevalensi dilevel 14% (target RPJMN 2020-2024) nyaris mustahil. Patut dinantikan hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGI) tahun 2024 yang sedang proses finalisasi.

Mengacu pada publikasi Asian Development Bank (ADB) tahun 2020 dimana terdapat 31,8% anak di Indonesia mengalami stunting. Menjadikan Indonesia tertinggi ke dua di Asia Tenggara setelah Timor Leste. Sementara laporan World Bank, Indonesia berada posisi empat setelah Burundi (50,9%), Eritrea (49,1%), dan Timor Leste (48,8%).

Tingginya angka stunting tidak saja mengindikasikan kurangnya asupan gizi yang memadai pada anak, tetapi juga mencerminkan ketidakseimbangan akses terhadap layanan kesehatan dasar, air bersih, sanitasi, dan praktik pemberian makanan yang tepat.

Situasi ini menunjukkan kesenjangan ekonomi dan sosial yang mencolok antar daerah di Indonesia. Sebagai salah satu indikator gizi terpenting, stunting sering digunakan sebagai ukuran untuk menilai kemajuan atau kemunduran suatu negara dalam mencapai SDGs.

Tujuan 2 SDGs adalah salah satunya adalah mencapai ketahanan pangan dan gizi yang baik pada tahun 2030, yang ditargetkan menghilangkan segala bentuk kekurangan gizi untuk anak pendek dan kurus dibawah usia 5 tahun, dan memenuhi kebutuhan gizi remaja perempuan, ibu hamil dan menyusui, serta manusia lanjut usia (manula).

Dampak Jangka Panjang

Stunting jelas berdampak pada gangguan pertumbuhan (berat lahir, kecil, pendek, dan kurus), hambatan perkembangan kognitif dan motorik, dan gangguan metabolik pada saat dewasa berupa risiko penyakit tidak menular seperti diabetes, obesitas, dan sebagainya. Dan secara luas berdampak pada ketersediaan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas dan berdaya saing.

Laporan World Bank (2020) menyebut Human Capital Index (HCI) sebagai tolak ukur untuk menilai kualitas produktivitas optimum penduduk di masa depan, antara lain sangat ditentukan oleh pertumbuhan anak hingga usia lima tahun. Dalam laporan itu, nilai HCI Indonesia sebesar 0,54.

Read Entire Article
Masyarakat | | | |