JAKARTA - Siapa tak kenal aplikasi tik tok? Aplikasi yang dibuat di China, lalu dimusuhi di Amerika Serikat. Segala macam konten dengan genre apapun tersedia di situ. Sekadar nyanyi single, grup, stand up, podcast, sampai joged sawer yang sempat rame dari daerah Sukabumi. Ya, saweran pemirsa adalah harapan penghasilan bagi sang content creator. Inilah yang bisa jadi andalan buat kaum mendang-mending.
Kaum mendang mending ini adalah klasifikasi strata masyarakat yang mesti sangat selektif dalam membelanjakan uangnya. Kini, bahkan terhadap mereka diberi label sebagai ROJALI, ROHANA, ROHALUS (rombongan jarang beli, banyak nanya, dan hanya mengelus), karena ketika ke Mall begitulah perilakunya. Rombongan ini dituding jadi penyebab Mall sepi.
Sangkaan bahwa cluster konsumen ini penyebab sepinya pernyataan di mall adalah sesuatu yang terlalu menyederhanakan. Kita masih bisa menyebut berbagai faktor lain, seperti berkembangnya aplikasi belanja online, kemacetan lalu lintas yang sangat padat yang bikin malas keluar rumah untuk belanja ke mall, dan faktor kelesuan ekonomi warga negara menjadi yang utama.
Tik tok sudah jadi aplikasi yang paling banyak digunakan, setelah whatsapp sebagai media sosial terfavorit. Platform TikTok ini, tak terbatas pada menghubungkan warga dalam jejaring sosial, tapi juga jadi platform belanja. Penggunaan aplikasi digitaluntuk e-commerce membuat proses belanja jauh lebih efisien, sehingga harga barang/jasa pun jadi bisa murah.
Nah, kaum mendang-mending sebagai kelompok konsumen yang mestinya jadi pembelanja kritis bisa lebih melakukan keputusan pembelian yang baik. Ketika kelompok masyarakat ini bertemu dengan platform digital yang sesuai, seperti TikTok maka mereka menjadi punya daya tawar tinggi. Meskipun semua yang serba memudahkan dalam belanja sudah diintegrasikan dalam platform tersebut.
Platform sosial dan belanja digital, menyediakan mulai dari penawaran barang/jasa dalam jumlah besar dan bervariasi hingga terjadi persaingan harga, lalu berbagai testimoni yang bisa jadi referensi sesama calon pembeli dalam menimbang keputusan pembelian, sampai ketersediaan model pembayaran (langsung di tempat/ COD, atau bayar cicilan tertunda/pay later. Dan, yang membuat makin menarik adalah hadiah dan diskon.
TikTok selain memberi kesempatan untuk melakukan belanja cerdas, juga menawarkan kesempatan penggunanya untuk jadi afiliator toko/distributor/ pabrikan sebagai afiliator, dan di platform itu juga banyak strategi serta trik yang mengajarkan jadi afiliator yang sukses.
Jangan kira di beranda pengguna aplikasi itu tak ada lewat pesan semangat untuk tidak hanya melakukan scrolling yang menghabiskan waktu. Motivasi semacam ini ternyata sudah memicu secara signifikan perubahan dari pengguna pasif menjadi pengguna aktif yang mendatangkan cuan dengan berbagai produk maupun konten yang kreatif.
Kaum mendang-mending berda dalam posisi ini. Mereka cerdas belanja, dan secara kreatif memanfaatkan platform dengan model multiguna, sebagai ekstensi jejaring sosial sekaligus ladang bisnis mencari cuan. Mungkin yang masih perlu diingatkan adalah soal ketaatan pada etika pergaulan maupun etika produksi konten yang dipublikasikan untuk massa. Jangan sampai terjadi hanya demi mengejar viral atau fyp, serta tentunya cuan maka dikorbankanlah tata pergaulan sesuai harkat martabat manusia yang tinggi.
Ayo gunakan media sosial, dan platform multiguna dengan berdasarkan hati nurani dan etika yg baik, sehingga jempol dan mata telinga juga terkendali sempurna.
Penulis: Asrul M. Mustaqim (Dosen Pasca Sarjana IISIP Jakarta)