loading...
Peneliti senior di Maarif Institute, Endang Tirtana. FOTO/IST
JAKARTA - Dr. Endang Tirtana, M.Si.
Peneliti senior di Maarif Institute
GEBRAKAN pemerintahan Prabowo-Gibran dalam 100 hari pemerintahan salah satunya mewujudkan efisiensi anggaran. Pada 22 Januari 2025 dikeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 tahun 2025 yang memerintahkan semua kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk memangkas anggaran dengan target fantastis, mencapai Rp306 triliun atau sekitar 8% dari total APBN 2025.
Dalam beleid tersebut, instansi pemerintah pusat diharuskan mengidentifikasi pos-pos belanja yang perlu diefisienkan, menyasar antara lain belanja operasional perkantoran, pemeliharaan, perjalanan dinas, dan pengadaan peralatan dan mesin. Khusus untuk belanja pegawai dan bantuan sosial dikecualikan dari langkah efisiensi anggaran.
Sementara itu, pemerintah daerah harus membatasi belanja kegiatan seremonial, publikasi, dan kegiatan seperti kajian, studi banding, seminar, dan focus group discussion. Selain itu mengurangi perjalanan dinas hingga 50%, jumlah dan honorarium tim, dan belanja yang bersifat pendukung atau tidak memiliki output yang terukur, serta selektif dalam memberikan hibah langsung.
Tekad Prabowo Membenahi Kebocoran Anggaran
Kebijakan efisiensi anggaran bukan dilakukan secara ujug-ujug. Sejak awal saat dilantik sebagai presiden, Prabowo menyinggung soal banyaknya kebocoran anggaran sebagai salah satu masalah utama yang membayangi Indonesia. Di sisi lain, sebagian rakyat masih hidup di bawah garis kemiskinan, anak-anak berangkat sekolah tanpa sarapan, dan sekolah-sekolah yang tidak terurus.
Hal tersebut diulang kembali pada sidang kabinet paripurna yang pertama, dengan menekankan pentingnya efisiensi dalam penggunaan anggaran negara. Prabowo meminta para menteri untuk meninjau kembali alokasi APBN dan mengurangi kegiatan-kegiatan seremonial atau studi banding ke luar negeri. Semua diminta fokus pada pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
Arahan yang sama disampaikan kepada ribuan kepala daerah dan pimpinan instansi vertikal dalam rapat koordinasi (rakornas) pusat-daerah. Dari laporan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terungkap total belanja Pemda yang tidak efisien mencapai Rp141,33 triliun pada 2023. Prabowo menyayangkan hilangnya potensi negara yang besar akibat inefisiensi tersebut.
Meskipun tersisa kurang dari dua bulan lagi menuju akhir tahun, arahan Prabowo segera diturunkan dalam bentuk surat edaran dari Menteri Keuangan agar kementerian dan lembaga memangkas belanja perjalanan dinas minimal 50% dari sisa pagu tahun anggaran 2024. Prabowo juga terus mendorong Sri Mulyani untuk menelusuri item-item belanja non-prioritas yang bisa diefisienkan.
Prabowo lalu membentuk Badan Pengendalian Pembangunan dan Investigasi Khusus (BPPIK) yang bertugas meningkatkan pengawasan pembangunan dan ketepatan penggunaan anggaran. BPPIK menemukan pemborosan berupa kegiatan seremonial, perjalanan dinas, seminar, konsultan, dan studi kelayakan, jika dihemat bisa disalurkan untuk program yang berdampak langsung pada rakyat.
Dari Rp256,1 triliun anggaran kementerian dan lembaga yang dipangkas lewat Inpres, Sri Mulyani merinci 16 item belanja di mana belanja alat tulis kantor (ATK) menjadi paling besar terkena efisiensi, mencapai 90% dari anggaran awal. Sebelumnya diketahui total belanja ATK saja dari seluruh kementerian dan lembaga nilainya menembus Rp44,4 triliun.
Ihwal kebocoran anggaran, Bappenas mengakui angkanya lebih dari 30% dan sudah berlangsung selama 30 tahun. Ayahanda Prabowo yang juga begawan ekonomi Soemitro Djojohadikusumo pernah menghitung tingkat kebocoran anggaran pembangunan di Indonesia pada 1993 mencapai 30%, dengan melihat tingginya besaran incremental capital output ratio (ICOR).