loading...
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai penanganan kasus dugaan korupsi impor minyak mentah harus menjadi pemancing perbaikan Pertamina secara keseluruhan. Foto/Ist
JAKARTA - Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai penanganan kasus dugaan korupsi impor minyak mentah harus menjadi pemancing perbaikan Pertamina secara keseluruhan. Dengan begitu, diharapkan Pertamina mendatang bisa lebih baik dari yang saat ini.
“Karena bagaimanapun Pertamina adalah BUMN yang paling kaya, karena itu potensi penyelewengannya sangat banyak,” kata Abdul Fickar, Jumat (14/3/2025).
Menurut dia, langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) dengan memulai penyelidikan perkara dugaan korupsi anak perusahaan Pertamina, yaitu Patraniaga, dengan memulai dari melihat adanya kerugian negara, sudah tepat. “Ketika ada kerugian negara baru kemudian disasar siapa saja yang terlibat. Pengambil keputusannya ini-ini, dan sebagainya,” ungkap Fickar.
Untuk tahu kerugian negara Pertamina yang disebut Rp193,7 triliun tersebut, kata Abdul Fickar, penting peranan para ahli. Sehingga Kejagung tidak asal-asalan dalam menentukan kerugian negara.
“Harusnya didasarkan pada audit dari BPK,” imbuhnya .
Peran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di awal penyelidikan perkara korupsi sangat strategis. Sepanjang sudah di-back up dengan perhitungan kerugian negara dari ahli, menurut Abdul Fickar, penyelidikan perkara sudah bisa jalan.
“Persoalan nanti terbukti atau tidak pelakunya maka biar pengadilan yang memutuskan,” ujarnya.
(shf)