Kebijakan Gubernur Lampung Terkait Harga Dasar Singkong Bentuk Perlindungan Terhadap Petani

21 hours ago 4

loading...

Kebijakan Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal mengenai penetapan harga dasar singkong mendapat respons positif dari 49 pabrik pengolahan singkong. Foto/Ist

BANDARLAMPUNG - Kebijakan Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal mengenai penetapan harga dasar singkong mendapat respons positif dari dunia usaha. Hingga hari ini, sebanyak 49 pabrik pengolahan singkong di Lampung telah mengikuti Instruksi Gubernur Nomor 2 Tahun 2025, yang menetapkan harga dasar Rp1.350 per kilogram dengan potongan maksimal 30% tanpa mempertimbangkan kadar pati (aci).

Instruksi ini diterbitkan sebagai bentuk perlindungan terhadap petani yang selama ini dirugikan oleh gejolak harga dan sistem potongan yang tidak transparan.

Baca juga: Tuntaskan Konflik Petani Singkong, Mentan Amran Tetapkan Harga dan Larang Impor

Gubernur Mirza menegaskan kebijakan tersebut merupakan langkah awal dalam reformasi tata niaga singkong di Lampung.

“Setelah kami menetapkan harga dasar singkong melalui Instruksi Gubernur, kami juga intensif mendorong agar pemerintah pusat segera mengambil langkah strategis dalam pengendalian impor. Kita boleh kompetitif tapi tidak boleh mengorbankan petani,” ujar Mirza, Minggu (11/5/2025).

Dia mengaku langkah Pemprov Lampung ini juga telah mendapat respons dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang menyatakan siap membahas usulan larangan dan pembatasan (Lartas) impor singkong dan tapioca dalam forum koordinasi lintas kementerian di bawah Kemenko Perekonomian.

“Kita ingin petani singkong Lampung mendapat perlindungan yang setara dengan kontribusinya bagi perekonomian daerah dan nasional. Untuk itu, diperlukan dukungan kebijakan nasional, bukan hanya di level daerah,” tegasnya.

Baca juga: Petani Kulonprogo Panen Singkong Raksasa Seberat 60 Kilogram

Ketua Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga Singkong DPRD Provinsi Lampung, Mikdar Ilyas juga menyampaikan dukungan penuh terhadap langkah Gubernur. Mikdar menegaskan bahwa pengaturan harga di daerah sudah berjalan dan kini giliran pemerintah pusat untuk mengambil peran.

“Lartas itu kewenangannya ada di Kemenko Perekonomian, bukan Kemenko Pangan. Dan ini mendesak. Jangan menunggu ekonomi global membaik, tapi lihat dulu kenyataan ekonomi petani kita,”ujar Mikdar.

Mikdar juga mengingatkan bahwa Lampung adalah penghasil singkong terbesar di Indonesia, namun justru petaninya yang paling merasakan dampak dari ketidakadilan harga dan sistem potongan.

“Kita dorong pusat segera ambil keputusan. Ini bukan soal angka makro ekonomi, ini soal keberlanjutan hidup petani singkong dan industry yang menyerap hasil mereka,”lanjut Mikdar.

Sementara itu, Perhimpunan Pengusaha Tepung Tapioka Indonesia (PPTTI) Provinsi Lampung juga telah menyatakan dukungannya. Ketua PPTTI Welly Soegiono menyebutkan seluruh anggota asosiasi sebanyak 18 perusahaan telah berkomitmen penuh menjalankan kebijakan harga dasar singkong, kecuali dua pabrik yang sedang dalam masa perawatan.

(shf)

Read Entire Article
Masyarakat | | | |